K.H. Helmi Abdul Mubin Lc lahir pada tanggal 23 Maret 1956 di
Madura, Jawa timur. Pengasuh pondok pesantren Ummul Quro Al-Islami ini
merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan bapak Abdul
Mubin dan ibu Musyaroh. Semasa kecil beliau tidak pernah merasakan
belaian kasih sayang dari sayng ibu yang telah pergi meniggal sejak
beliah berusia 6 tahun. Anak pertama dari 4 bersaudara ini menjadi
tunggal sejak adik-adiknya pergi menyusul sang ibu yang telah pergi meninggalkan mereka terlebih dahulu.
Sejak sang ayah memilih menikah lagi dengan seorang janda beranak
satu yang bernama Hj. Maimunah, beliau lebih memilih untuk tinggal
bersama sang nenek. Selain menjalankan kewajibannya sebagai murid di SD
Pragaan Sumenep Madura, beliau pun sering membantu sang paman menjadi
nelayan untuk mencari ikan di laut pernah pada suatu hari beliau hampir
saja tenggelam di laut ketika mencari ikan beruntung sang paman berhasil
menolongnya. Kurangnya perhatian yang diberikan sang ayah membuat
beliau lebih sering menghabiskan hari-harinya untuk bermain dengan
teman-teman sebayanya. Tak jarang beliau tidur di masjid dan minum air
kran.
Setelah menyelesaikan studynya di SD Pragaan Sumenep, beliau pun
memutuskan melanjutkan studynya ke Pondok Modern Gontor. Dengan
kemandirian yang beliau miliki dan berbekal tekad yang kuat, beliau
pergi ke Pondok Gontor tanpa diantar ayah dan sanak saudaranya. Di usia
yang masih sangat kecil beliau pergi untuk melanjutkan studynya seorang
diri. Sedih memang tapi tak ada pilihan lain, hanya kesabaran dan
kebesaran hati lah yang membuat beliau mampu melewati dan menjalani
suratan takdir yang telah ditentukan oleh yang maha kuasa.
Selama beliau menimba ilmu di Pondok Modern Gontor, tak pernah ada
seorang pun yang datang menjenguknya. Terkadang rasa sedihdatang
menghampiri ketika melihat teman-teman yang lain dikunjungi oleh orang
tua dan sanak saudara mereka. Hidup dalam kekurangan, hanya memiliki
beberapa stel pakaian, tak pernah memiliki buku-buku pelajaran. Namun
tidak pernah membuat beliau patah arang, justru dengan keadaan seperti inilah beliau berusaha keras untuk dapat meraih prestasi-prestasi demi kelangsungan hidupnya dimasa datang.
Dengan kepandaian yang beliau miliki, banyak teman-teman sebayanya
yang minta diajarkan ulang pelajaran-prlajaran yang telah diberikan oleh
para pengajarnya. Beruntung beliau memiliki banyak teman sehingga
beliau dapat meminjam buku-buku pelajaran dari teman-temannya yang
sedang tertidur pulas dengan mimpi-mimpi indah mereka masing-masing.
Waktu pun terus berlalu, hidup dengan kemandirian yang serba
kekurangan memang sangat sulit dilewati. Tapi hidup harus terus
berjalan. Menginjak usia 17 tahun beliau diangkat menjadi pengurus
bagian penerangan dan bagian pramuka selama satu tahun. Setelah
menamatkan studynya di Pondok Modern Gontor beliau diangkat menjadi staf
pengajar selama satu tahun, kemudian beliau memutuskan pulang kekampung
halamannya di madura. Disana beliau sempat mengajar di pondok pesantren
Al-Amien selama tiga bulan saja, setelah itu beliau memutuskan untuk
hijrah ke ibu kota Jakarta yakni di Pondok Pesantren Darurrahman demi
melanjutkan cita-citanya.selama mengajar di Pondok Pesantren
Darurrahman, beliau terus berusaha untuk mendapatkan beasiswa kuliah
diluar negeri. Berkat usaha kerasnya setelah tiga tahun mengajar
akhirnya beliau melanjutkan study sarjananya di Universitas Islam
Madinah. Selama beliau menimba ilmu di negeri orang itu beliau terus
berusaha dan berjuang demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Apa saja
dilakukan terutama pada saat musim haji beliau menjadi penunjuk jalan
bagi para jama’ah haji hingga rela menjadi tukang pikul barang-barang
jama’a haji yang tiba di rumah. Baginya tidak ada kata gengsi asalka
uang yang ia dapat bukan berasal dari uang yang haram. Bagi beliau musim
haji adalah musim yang membuatnya bahagia karena selain dapat bekerja
membantu para jama’ah, beliau juga dapat menunaikan rukun islam yang
kelima yakni menunaikan ibadah haji. Selain bekerja beliau juga aktif di
keorganisasian kampus. Terbukti dengan menjabatnya beliau sebagai ketua
Ikatan Mahasisa NU pada tahun 1982-1983.
Setelah mendapatkan gelar sarjananya di Universitas Islam Madinah
pada tahun 1984, beliau memutuskan untuk pulang ketanah air dan mengabdi
kembali di Pondok Darurrahman Jakarta. Setelah kepulangan beliau ke
Indonesia, pada tahun yang sama pun beliau menikahi adik ipar sang
pimpinan Pesantren Darurrahman bernama Fatmah Noor Salim. Wanita ini tak
lain adalah adik dari istrinya K.H. Syukron Ma’mun setelah menikah,
beliaupun di tugaskan untuk menjadi koordinator di pesantren Darurrahman
II yang bertempat di Leuwiliang Bogor. Setahun setelah pernikahannya,
beliau di anugrahi seorang anak perempuan yang diberi nama Nuril Izzah
Helmy. Hari-hari beliau menjadi lebih bahagia dengan kelahiran sang buah
hati. Beliau pun semakin rajin dan lebih giat dalam bekerja mulai dari
berjualan batik sehingga mencetak buku-buku pelajaran. Karena jika hanya
mengandalkan gajinya yang hanya sebesar Rp 25.000/bulan tidak dapat
mencukupi kebutuhan hidup anak istrinya sehari-hari. Dua tahun kemudian,
kebahagiaan beliau bertambah dengan lahirnya buah hati yang kedua yang
diberi nama Ummu Hafsoh Helmy. Namun kesabaran dan ketabahan beliau
lagi-lagi di Uji ketika buah hatinya yang baru berusia 18 bulan
mengalami koma selama 3 hari lamanya. Selama itu juga beliau hanya bisa
berdo’a dan pasrah akan keselamatan anak bungsunya.
Selama sepuluh tahun mengabdikan diri dan menumpang di rumah kakak
ipar, beliau pun berkeinginan untuk hidup mandiri, mendirikan pesantren
sendiri untuk kehidupan yang lebih baik lagi. Setelah bertahun-tahun
berusaha memohon izin untuk pergi meniggalkan pesantren Darussalam,
akhirnya permohonan itu dikabulkan juga oleh kakak ipar yang tak lain
adala pimpinan pesantren Darurrahman. Menjalani kehidupan dari awal,
bukanlah hal yang mudah, tak lega rasanya jika beliau melihat istri dan
anaknya hidup dalam penderitaan. Rumah beliah yang hanya berukuran 5×6
meter, beralaskan tanah, berdindingkan bilik dan beratapkan daun
beralak. Jika musim hujan tiba air hujan masuk menembus dinding-dinding
bahkan juga melalui atap yang hanya terbuat dari daun beralak. Jika
sudah demikian, banyak warga sekitar yang meminta beliau dan keluarganya
untuk singgah sekeluarga. Dan jika siang hari udara di rumah itu terasa
amat panas dan menyengat, beliau dan keluarganya lebih banyak
menghabiskan waktu untuk beristirahan dan bercengkrama di masjid.
Cobaan memang datang silih berganti, dan hanya dengan usaha dan
do’a yang bisa dipanjatkan. Semoga Allah memberi kesabaran dan
keikhlasan dalam menjalani hidup ini. Tertatih-tatih beliau membangun
rumah untuk keluarga kecilnya itupun dari hasil pinjaman yang diberikan
oleh sahabat-sahabatnya. Pada tahun 1993, beliau mendirikan Pondok
Pesantren Ummul Quro Al-Islami. Awal berdirinya pondok ini hanya
memiliki 27 Murid dengan 5 orang pengajar. Demi mewujudkan mimpi dan
cita-citanya beliau rela mendatangi dan mengetuk rumah para donatur
untuk mencari dana demi pembangunan pondok tercinta. Cacian dan hinaan
datang silih berganti namun beliau tetap berusaha keras bertahan demi
kemajuan dan pembangunan asrama serta fasilitas pondok pesantren yang
baru saja berdiri. Berkat do’a dan usaha yang tiada henti, sedikit demi
sedikit beliau dapat membangun asrama, kelas, kantor, layaknya seperti
pondok-pondok lainnya.
Diusia beliau yang telah melewati setengah abad, kebahagiaan
kembali berpihak karena kedua anaknya telah menikah. Beliau mendapatkan
kado terindah yaitu dua orang cucu perempuan yang diberi nama Nada Nasya
Mufaricha dan Sayidah Nafisah Sofiyah. Hari-hari beliau kini semakin
berwarna dengan kehadiran dua orang cucu yang imut dan cantik, setelah
21 tahun lamanya rumah beliau sepi tanpa tangisan bayi setelah anak
bungsunya beranjak dewasa.
Disamping sebagai pengasuh pondok, beliau juga sering melakukan
dakwah dengan memberikan contoh dan tingkah laku yang sesuai dengan apa
yang ceramahkan dan diomongkannya.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan
menjadi inspirasi bagi pembaca terutama geneasi muda.
Aamiin....
kangen ayahanda
BalasHapusSubhanallah.. Kereeen bgt pak kyai helmi
BalasHapusBeliau guru kesayanganku
BalasHapusGuruku ....KH. Helmi.. Baarokallah fiikum..
BalasHapusMan ana laulakum yaa ruhie wa jasadie
BalasHapusMan ana laulakum yaa ruhie wa jasadie
BalasHapusSemoga disehatkan selalu guruku dan di kabulkan hajat2nya aamiin ya rabbal alamin
BalasHapus